Sekolah
dan bekerja di luar negeri tak membuat Amar Kusuma lupa dengan kampung
halamannya. Justru, ia masih bercita-cita ingin mencari ilmu sebanyak mungkin
di negeri orang, agar bisa pulang dengan membawa ilmu. Siapa sangka, anak muda
hebat ini adalah salah satu warga Desa Blederan, Kabupaten Wonosobo.
Amar
Kusuma yang akrab disapa Amar ini, lahir pada tanggal 27 Maret 24
tahun yang lalu. Pemuda yang
punya hobi musik ini adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Kedua adiknya
adalah Elan Baskara (19)
dan Adyan Pamungkas (14).
Ayah Amar adalah Slamet Widodo dan Ibu adalah Siti Widiyanti, warga Dusun
Klesman Kulon, Desa Blederan.
Mereka berprofesi sebagai guru SMP. Tak
mengherankan jika pendidikan adalah nomor satu bagi Amar.
Setelah selesai mengenyam pendidikannya di SD Unggulan
Wonosobo dan SMP Negeri 1 Wonosobo, Amar melanjutkan pendidikannya di SMA
Taruna Nusantara, Magelang. Disanalah ia mulai mempelajari bidang astronomi.
Tahun 2008, ia berhasil meraih medali emas saat mengikuti ajang International
Olympiad on Astronomy and Astrophysics. Bukti prestasinya inilah yang
memuluskan jalannya untuk melanjutkan studi di Nanyang Technological
University, Singapura.
Amar Bersalaman dengan SBY setelah Meraih Emas Olimpiade |
Setelah kuliah, Amar memutuskan untuk tetap di Singapura
dan bekerja di REC SOLAR sebagai Process Engineer, sebuah perusahaan yang
memproduksi sel surya guna pembangkit listrik tenaga matahari. Sebagai Process
Engineer, Amar bertugas mengawasi performa produksi di perusahaan, melakukan
penelitian untuk meningkatkan hasil produksi, dan menganalisa mesin yang
mengalami penurunan performa.
Menduduki jabatan yang menjanjikan di Singapura tidak
membuat Amar ingin berhenti. Ia masih ingin mencari studi lanjutan atau pasca
sarjana, dan kemudian pulang ke Indonesia membawa ilmu di bidang energi
terbarukan. Amar seperti kacang yang selalu ingat kulitnya, meski sudah hidup
enak di luar negeri, tujuan akhirnya adalah di Indonesia.
Lama tinggal di Singapura membantu Amar mengenal
bagaimana kehidupan di Singapura. Segi
positifnya, tinggal di sana mengajarkannya untuk disiplin, apalagi warga
Singapura terkenal sangat kompetitif, sehingga sangat diperlukan ketekunan dan
kerja keras agar tidak tertinggal. Meski demikian, Amar sering merasa kurang
nyaman dengan tendensi masyarakat Singapura yang individualis.
Di samping itu, rasa rindu terhadap keluarga dan kampung
halaman juga sering menghampirinya. Jarak yang jauh dan jadwal kerja yang padat
membuat Amar jarang bertemu dengan keluarganya. Ia juga mengaku sering kangen
dengan makanan Indonesia, yang menurutnya tidak bisa dikalahkan oleh makanan
enak di Singapura sekalipun.
Untuk kalian yang ingin studi di luar negeri, Amar
membagi tips yang berasal dari pengalamannya selama ini. Yang terpenting adalah
menyiapkan sebaik mungkin syarat-syarat umum seperti tes TOEFL. Selain itu,
program S2 memiliki lebih banyak peluang jika dibandingkan dengan program
sarjana. Oleh sebab itu, selain menyiapkan syarat-syarat yang dibutuhkan,
cobalah untuk mempunyai IP (Indeks Prestasi) yang baik. Jaga hubungan baik
dengan dosen karena surat rekomendasi dari dosen bisa menjadi point tambahan.
Amar menyadari bahwa tak ada yang ideal di kehidupan
nyata. Ia selalu menyiapkan rencana untuk setiap kemungkinan terburuk. Selain
itu, dia juga tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Baginya,
dengan mensyukuri apa yang ada, hidup akan menjadi lebih bahagia. Ia juga
berpesan, bagi teman-teman yang sedang berjuang mengejar cita-cita, jangan
pernah melupakan orang-orang sekitar yang menyayangi kita, terutama orang tua.
Percuma jika kita bekerja keras tapi akhirnya kehilangan keluarga dan teman.
Amar dan Keluarga di Singapura |
tonggomu po mas?
BalasHapusItu saudara sepupu ane. Anak dari paman kandung (adik dari ibu saya). Yang membuat saya miris adalah ketika dia mendaftar di UI dan UGM, tidak mendapat perhatian lebih. Akhirnya, negara tetangga yang menikmati.
BalasHapus