Rabu, 16 Februari 2022

MENUMBUHKAN BUDAYA POSITIF

Salah satu modul yang dipelajari di Pendidikan Guru Penggerak adalah tentang budaya positif di sekolah. Di modul ini, ada banyak hal baru dan sungguh menarik perhatian saya sebagai guru, utamanya dalam hal bagaimana mendisiplinkan anak. Selama ini banyak guru mengira bahwa kata disiplin itu berkaitan dengan aturan, tata tertib, hukuman, dan semacamnya. Ternyata tidak begitu. Mendisiplinkan anak justru perlu meminimalisir hukuman. Bahkan kalau bisa jangan gunakan hukuman sama sekali. Ini hubungannya dengan bagaimana menanamkan motivasi intrinsik dalam diri anak. Jika anak bersalah lalu dihukum, dia akan berhenti melakukan kesalahan karena takut dihukum. Tentu tidak ada yang salah di sini. Namun, motivasi dia adalah untuk menghindari hukuman, bukan motivasi intrinsik yang diharapkan. Lalu bagaimana cara mendisiplinkan anak yang motivasinya intrinsik atau berasal dari diri dalam anak sendiri?

SMP Negeri Satu Atap 1 Sembalun


Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik anak adalah dengan membentuk sebuah keyakinan kelas. Apa itu keyakinan kelas dan apa bedanya dengan aturan atau tata tertib kelas? Keyakinan kelas bersifat positif dan menggunakan kalimat yang pendek. Misalnya, jika aturan itu berbunyi dilarang merokok, maka keyakinan kelas berbunyi menjaga kesehatan. Jika aturan itu berbunyi jangan saling mengejek antar teman, maka keyakinan kelas berbunyi saling menghormati. Keyakinan kelas akan lebih memotivasi anak dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Anak akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian aturan atau tata tertib.

Setelah mempelajari modul ini, saya berusaha untuk mengurangi marah atau memberi hukuman pada murid yang bersalah. Sebandel atau sebodoh apapun seorang murid, dia itu dilahirkan sempurna. Begitulah Tuhan menciptakan seorang anak. Itu yang coba senantiasa saya tanamkan dalam diri saya setiap kali menghadapi murid yang bermasalah. Tidak ada anak yang salah. Tidak ada anak yang nakal. Tidak ada anak yang bodoh. Semua memiliki sifat dan keunikan masing-masing yang sudah merupakan ketentuan Tuhan. Kita sebagai guru tak bisa mengubah kodrat mereka. Kita hanya ditugaskan untuk mendampingi proses belajar mereka tanpa perlu memaksakan apapun. Begitulah kira-kira yang saya petik dari pelajaran yang diberikan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara.

Kini saya betul-betul melihat dan merasakan hasilnya. Saya merasa murid-murid saya lebih bisa menerima saya. Senyum bahagia mereka tak berhenti saat saya masuk ke ruang kelas. Mereka senang dan menantikan kehadiran saya. Seperti tak ada sekat di antara murid dan saya sebagai gurunya. Mereka bisa tertawa lepas. Tak ada lagi rasa takut. Entah itu yang dulunya takut pada gurunya atau takut pada mata pelajarannya. Dengan begitu, saya pikir apapun yang saya ajarkan pada mereka akan lebih bisa mereka terima. Bukan sekedar masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tapi mereka akan mengenang apapun yang mereka alami dengan gurunya. Saya percaya bahwa apa yang dikatakan atau dicontohkan oleh guru yang dipercaya dan diidolakan, akan bisa tertanam dengan baik dalam diri murid.

Lombok Timur, 10 Februari 2022

CGP Angkatan 4, FIRDAUS LAILI, S.Pd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar