Rabu, 20 April 2016

Cerita Perjalanan ke Bandung

Sebenarnya nggak ada niat sebelumnya mau ke Bandung. Tapi karena adik saya yang tangannya baru saja dioperasi mau ikut sebuah seleksi di Bandung, saya harus menemaninya. Dua hari sebelum berangkat, kami sudah beli tiket kereta PP Purwokerto Bandung di sebuah minimarket dekat rumah. Satu-satunya kereta yang ada adalah KA Serayu Malam kelas ekonomi. Tak ada kereta lain dan tak ada yang kelas bisnis, apalagi eksekutif. Harga tiketnya @Rp 68.000.

Hari Senin siang, 11 April 2016, kami berangkat dari Wonosobo menuju ke Purwokerto naik bus. Juga tak ada kelas-kelasan kalo mau naik bus dari Wonosobo ke Purwokerto. Tak ada yang bus besar, hanya ada yang ukuran tanggung. Soal laju bus, tak usah khawatir berjalan lambat. Pokoknya nggak kalah sama bus malam patas. Ngebut vroh. Bedanya yang ini nggak ada AC nya dan akan menaikkan penumpang di mana saja. Tarif bus ini Rp 30.000 per orang.

Ada satu yang unik dari bus jurusan Wonosobo Purwokerto. Ternyata benar juga kalo ada yang bilang supir dan kondektur bus jurusan ini adalah orang paling sibuk sedunia. Hampir tiap menit nelpon dan ditelpon. Pokoknya HP mereka bunyi terus dah. Padahal supirnya juga sambil nyetir. Ngebut lagi. Di sepanjang jalur Wonosobo Purwokerto, ada banyak pemantau yang akan saling telpon dengan para supir dan kondektur untuk mengatur jarak antar bus agar rezeki mereka bisa terbagi rata dan nggak rebutan. Ternyata keren juga ya mereka punya sistem.

Supir bis
Orang Paling Sibuk Sedunia
Sorenya kami tiba di stasiun Purwokerto. Hujan mengguyur ibukota Banyumas ini sore itu. Sambil menunggu keberangkatan kereta pukul setengah 5 sore, kami sholat ashar di sebuah masjid tepat di sebelah utara stasiun. Kami juga membeli beberapa bekal makanan di salah satu minimarket di stasiun. Sebelum masuk stasiun, tiket kereta kami cetak sendiri. Dengan begitu, kami nggak perlu lagi repot antri tiket. Setelah dicetak, tiket ini juga digunakan sebagai boarding pass untuk masuk stasiun. Jadi yang nggak punya boarding pass nggak bisa masuk stasiun, termasuk preman, pengamen, dan pedagang ilegal. Sebuah kemajuan dari PT KAI dalam memberikan kenyamanan pada penumpang. Saya baru merasakan sendiri, maklum jarang sekali naik kereta hehe.

Meski kereta kelas ekonomi, menurut saya cukup nyaman. Yang jual makanan di dalam kereta resmi dan pake seragam. Makanannya juga higienis, meski tergolong junk food dan relatif mahal. Saya pesan bakso instan saja harganya Rp 20.000. Untung kami sudah bawa lumayan banyak bekal makanan dan minuman. Tak ada preman maupun pengamen di dalam kereta. Petugas keamanan juga ada di setiap gerbong. Jadi kalo mau tidur, tidur aja. Nggak perlu khawatir barangnya ilang atau dicopet. Tapi kami tetep harus waspada. Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Kesempatan!

Selasa, 12 April 2016, jam setengah 1 dini hari, akhirnya kami sampai di Bandung. Tepatnya di stasiun Kiaracondong. Begitu keluar stasiun, banyak supir taksi dan tukang ojek pangkalan menawari kami tumpangan berbayar. Tujuan kami adalah UPI karena lokasi adik saya untuk tes pagi harinya adalah di kampus itu. Dari stasiun Kiaracondong sampai UPI masih lumayan jauh. Kalo naik taksi atau ojek pangkalan malam-malam gitu pasti mahal banget. Akhirnya kami pun berjalan kaki sedikit menjauh dari stasiun untuk order Gojek. Di Bandung, Gojek nggak pake atribut dan menghindari titik-titik yang banyak ojek pangkalannya seperti stasiun karena rawan konflik. Tarif Gojek dari stasiun Kiaracondong sampai UPI Rp 28.000. Cukup terjangkau mengingat jaraknya yang jauh. Daripada kalo naik taksi atau ojek pangkalan pasti jauh lebih mahal.

Gojek yang mengantar saya namanya Topan. Dari wajahnya, mungkin seumuran saya. Kami banyak mengobrol di sepanjang perjalanan. Logat dia sunda banget. Sebenarnya dia sudah mau pulang karena capek dan ngantuk. Tapi tiba-tiba ada order dari saya. Rezeki nggak boleh ditolak katanya. Hari itu dia dapat beberapa order meski hujan turun seharian katanya. Jadi dia menyiapkan dua mantel hujan, untuk dia sendiri dan untuk penumpang. Dia sempat bilang, “Kalo karena hujan terus nggak narik, nanti anak istri di rumah mau makan apa.”

Ini pertama kalinya saya di Bandung. Paris Van Java. Kota Paris yang ada di Jawa. Kesan pertama yang saya lihat dan saya rasakan saat naik Gojek di Bandung, kotanya gede dan hawanya dingin. Lebih gede dari Jogja, kota tempat saya dulu kuliah. Kalo dinginnya, sebenarnya nggak lebih dingin dari Wonosobo, kampung halaman saya. Kami sempat melewati sebuah bangunan yang nampak tak asing bagi saya. Rupanya itu yang jadi ikon kota Bandung, Gedung Sate.

Jam setengah 3 pagi, kami sampai juga di UPI. Gedungnya lumayan megah. Nggak kalah sama UNY, almamater saya. Masjidnya juga megah. Namanya Masjid Al Furqon. Katanya jadi masjid kampus terbesar se-Asia Tenggara. Di masjid ini lah saya bertemu dengan beberapa teman seperjuangan saya yang juga mau ikut seleksi di UPI.

Museum Pendidikan Nasional
Museum Pendidikan Nasional UPI
Kami tidur di lantai 3 masjid. Anginnya lumayan kencang berhembus dari luar masjid. Hujan seharian hari sebelumnya membuat kota Bandung terasa lebih dingin pagi itu. Di lantai 3 nggak berkarpet. Untung saya membawa sarung dan sajadah. Saya pun tidur berselimutkan sarung dan beralaskan sajadah.

Adzan subuh berkumandang. Kami semua bangun. Udara terasa semakin dingin. Rasanya ingin mencari tempat yang lebih hangat. Sarung dan sajadah saja tak cukup menjadi penangkal dingin. Shalat subuh berjamaah harus segera ditunaikan. Kami pun ke lantai dasar untuk mengambil air wudhu.

Seusai subuh berjamaah, adik dan teman-teman saya bersiap-siap untuk tes. Saya membantu adik saya menyiapkan segala sesuatunya, termasuk membantu mengenakan pakaiannya. Perban dan gip di tangan kanannya membuatnya kesulitan untuk mengurus semuanya sendiri. Beruntung ada beberapa teman saya yang akan siap membantu jika nanti butuh bantuan saat tes.

Tepat pukul 7 pagi, mereka masuk gedung tempat diselenggarakannya seleksi. Saya kembali ke masjid untuk bersih-bersih dan sejenak bersujud menghadap Yang Maha Kuasa. Udara masih terasa dingin. Langit terlihat mendung. Sepertinya akan turun hujan.

Pengennya sih jalan-jalan di kota Bandung seharian, jadi solo traveler gitu. Mumpung lagi di Bandung. Mengunjungi Masjid Raya Bandung, Alun-alun kota Bandung, dan Gedung Sate. Tapi saya nggak boleh ninggalin adik saya. Takut ada apa-apa. Jadi saya hanya jalan-jalan sendiri mengitari kampus UPI sembari motret-motret.

Masjid UPI
Masjid UPI, Masjid Kampus Terbesar se-Asia Tenggara
Menjelang sore, hujan pun turun. Saya terjebak di depan salah satu minimarket dekat UPI. Setelah hujan reda, saya kembali ke masid UPI. Rupanya mereka belum selesai tes. Sambil menunggu mereka selesai, saya duduk-duduk di serambi masjid. Hujan yang kembali turun dan hawa yang makin dingin membuat saya malas untuk mandi sore. Badan juga tiba-tiba terasa nggak enak. Sepertinya saya masuk angin. Mungkin karena semalam naik Gojek, kebanyakan kena angin malam, lalu tidur kedinginan.

Tepat sebelum maghrib, mereka sudah kembali ke masjid UPI. Kami pun sholat maghrib lalu istirahat sambil bercengkerama di lantai 3 masjid yang hari itu seolah sudah menjadi basecamp kami. Hujan tak kunjung reda. Udara yang semakin dingin membuat kami kedinginan.

Saya dan adik saya harus segera ke stasiun. Kami sudah membeli tiket kereta yang akan berangkat dari stasiun Kiaracondong pukul 1 dini hari. Untungnya jam 10 malam, hujan berhenti turun. Kami pun segera memesan Gojek lagi.

Pukul 11 malam kami sudah sampai di stasiun. Kepala saya pusing. Perut terasa mual seperti mau muntah. Sepertinya saya benar-benar masuk angin. Ada beberapa bus besar di depan stasiun. Bukan bus pariwisata, tapi bus trayek biasa. Juga terlihat ramai sekali orang. Di dalam stasiun nampak riuh sekali. Rupanya kereta yang harusnya berangkat jam 11 harus dicancel karena ada rel yang ambles di Banjar Patroman. Mungkin karena hujan lebat yang turun seharian.

Kami pun segera ke bagian pembelian tiket untuk mencari tahu bagaimana nasib kereta yang berangkat jam 1. Petugasnya bilang kemungkinan keretanya mau dicancel juga dan akan dialihkan menggunakan bus yang disediakan pihak stasiun atau diuangkan tiketnya. Jika harus naik bus trayekan gitu dalam kondisi lagi pusing-pusing dan mual-mual, saya nggak tahu harus bagaimana. Jika tiketnya diuangkan, lalu kami mesti tidur dimana malam itu dan besoknya pulang naik apa. Kembali ke UPI juga bukan pilihan yang bagus. Jauh, dingin, dan akan memakan biaya lagi.

Mungkin karena pusing dan kecapekan, saya tertidur di kursi di dalam stasiun. Adik saya hanya duduk di depan pintu masuk stasiun sambil menunggu ada kabar baik. Jika tidak ada, mungkin kami akan terkatung-katung sampai pagi.

Pukul setengah 1 dini hari saya terbangun. Suasana kembali riuh. Rupanya ada kabar baik datang. Kereta pemberangkatan jam 1 nggak jadi dicancel. Hanya akan mundur berangkatnya. Rel yang ambles sedang diperbaiki katanya. Sambil menunggu kereta berangkat, saya tidur lagi di mushola stasiun. Lebih nyaman dari tidur di kursi tadi hehe. Untung sepi nggak ada orang dan berkarpet tebal. Jika stasiunnya masih seperti dulu yang nggak pake boarding pass, mungkin disitu rame orang.

Akhirnya jam setengah 3 pagi kereta berangkat menuju Purwokerto. Penumpang kereta tak sebanyak saat berangkat. Jadi kami bisa sedikit leluasa di dalam kereta. Ada rombongan anak-anak salah satu SMA IT Purwokerto. Mereka berseragam dan masing-masing membawa koper. Entah darimana.

Alhamdulillah sampai di stasiun Purwokerto jam 9 pagi. Kami langsung menuju ke terminal bus naik taksi. Kami harus segera sampai di Wonosobo karena adik saya harus segera ke RSU Wonosobo untuk kontrol tangannya. Jam 2 siang kami sudah sampai di Wonosobo lagi. Perjalanan ke Bandung yang lumayan melelahkan.

7 komentar:

  1. Hehe iyaaa.... di Bandung Gojek mesti diem2 karena banyak penolakan dari ojek pangkalan. Makanya pas ke Jakarta aku agak norak ngeliat gojek pake jaket+helm Gojek. Di Bandung mana bisa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngomong2 sekarang gimana ya Teh Triani Retno? Sudah lama saya ndak ke Bandung lagi hehehe

      Hapus
  2. Di surabaya gojek bebas beroperasi, kecuali di stasiun ka &terminal bus. Di sini opang cuma ada d stasiun ka&terminal bus aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo stasiun dan terminal mah dimana2 siapapun harus selalu waspada dan hati2 ya bang Adnan

      Hapus
  3. hai kak.. kebetulan sy mau ke bandung dan rencana mau oakai taxol saja kl sudah sampai. kemarin kira-kira jalannya sampai mana kak biar aman? makasih

    BalasHapus