Minggu, 11 Januari 2015

Nonton TV, Perlukah?

Di jaman yang sudah serba modern seperti sekarang, TV bukan lagi menjadi kebutuhan Tersier tetapi sudah beralih menjadi kebutuhan sekunder bahkan primer. Betapa tidak, hampir semua rumah, mulai dari rumah mewah sampai rumah sangat sederhana di pedesaan, terdapat TV di dalamnya. Bahkan, di pelosok negeri seperti di pedalaman Kalimantan sekalipun, di mana tidak ada listrik dan sinyal HP, mereka berusaha untuk mempunyai TV di rumah mereka. Padahal tidak ada listrik, lalu bagaimana menghidupkannya? Mereka memakai mesin genset, walaupun tidak bisa hidup setiap hari, tergantung mereka punya bensin atau tidak (saya tahu karena saya pernah hidup di pedalaman Kalimantan selama hampir satu tahun).

Dilihat dari durasi atau lamanya sebuah TV menyala, justru TV yang ada di rumah-rumah sederhana di pedesaan atau yang ada di rumah-rumah milik golongan menengah ke bawah yang lebih lama menyala. Orang-orang kota yang tergolong berpendidikan dan sudah mengenyam pendidikan tinggi, cenderung jarang menonton TV. Padahal, dari segi finansial mereka berkecukupan dan memiliki TV yang lebih bagus. Meski begitu, orang desa juga ada yang tidak suka menonton TV. Mereka yang tidak suka menonton TV biasanya lebih memilih untuk melakukan hal-hal lain yang lebih bermanfaat seperti bekerja atau belajar daripada menonton TV. Mereka hanya menyalakan TV seperlunya saja, ketika ada informasi berita yang dibutuhkan atau ketika butuh hiburan. Itu pun seperlunya dan secukupnya saja. Orang barat juga rupanya memiliki kebiasaan seperti itu. Mereka tidak ingin banyak membuang waktu dengan menonton acara TV yang tidak bermanfaat.

Acara-acara TV di Indonesia saat ini banyak yang tidak bermanfaat, tidak mendidik, bahkan cenderung "meracuni" penontonnya. Mungkin sekarang dunia pertelevisian Indonesia sedang berada pada titik keterpurukan. Banyak tayangan-tayangan yang tidak memberikan manfaat sama sekali atau lebih banyak sisi negatifnya. Acara Infotainment yang memberitakan perceraian artis atau menayangkan kehidupan glamor para artis sungguh memprihatinkan. Parahnya, ternyata tayangan "racun" seperti itu banyak yang menonton! Kebanyakan dari kalangan menengah ke bawah dan mereka yang tidak berpendidikan tinggi. Baru-baru ini, saya dengar ada tayangan "Live" resepsi pernikahan mewah sepasang artis. What the hell. Ini benar-benar sebuah pembodohan. Malah, saya dengar ada juga yang tidak mau kalah mau menayangkan secara "Live" proses persalinan. Ini apa-apaan! Kalau begini, saya jual saja TV yang ada di rumah saya.

Acara Pembodohan Massal
Tempo hari, saya mampir di sebuah acara talk show dimana bintang tamunya adalah seorang artis cantik yang memakai rok super mini. Padahal, jam tayangnya adalah jam dimana anak-anak sekolah belum tidur. Rok-rok mini seperti ini juga bisa Anda lihat dalam acara-acara ajang pencarian bakat. Bukan hanya pesertanya, jurinya pun juga sering mengenakan pakaian yang sangat minimalis. Belum lagi pakaian-pakaian yang ada di acara-acara joget. Budaya timur yang santun dalam berpakaian seolah sudah tidak terlihat lagi. Tren dalam berpakaian yang dipertontonkan oleh para artis cenderung meniru budaya barat. Celakanya, gaya berpakaian seperti itu mulai ditiru anak-anak muda kita sekarang. Mereka berpakaian meniru artis-artis yang mereka lihat di TV.

Saya melakukan sedikit penelusuran di desa-desa, sebenarnya tayangan apa yang mereka tonton setiap harinya. Hasilnya, kebanyakan dari mereka memilih acara-acara yang tidak bermanfaat seperti sinetron. Kalau sinetron jaman dulu masih bagus dan ada manfaatnya, contohnya Si Doel Anak Sekolahan. Sinetron jaman sekarang yang "ternyata" banyak penontonnya adalah sinetron yang didalamnya terdapat adegan mengeluarkan jurus semacam tenaga dalam untuk melawan ular besar, kemudian naik burung besar untuk pergi ke mana-mana. Pathetic! Stasiun-stasiun TV yang menayangkan acara-acara tidak bermutu seperti itu hanya mempedulikan rating. Karena ternyata banyak penontonnya tadi, mereka tetap menayangkannya, tanpa mempedulikan apa dampak negatifnya. 

Semenjak pilpres 2014 kemarin, saya semakin sedikit menonton TV. Sebelumnya, saya sering menonton berita di dua stasiun TV yang memang spesialis TV berita. Tapi, pilpres kemarin membuat dua stasiun TV tadi kelihatan kedoknya. Ada kepentingan dibalik berita-berita yang mereka tayangkan. Selain itu, atas nama rating, mereka berani menayangkan gambar yang seharusnya tidak boleh ditayangkan. Contohnya, gambar korban tragedi AirAsia QZ8501 akhir Desember kemarin. Tapi, masih ada kok acara-acara TV yang bermanfaat. Beberapa acara di NET. misalnya. Acara berita di stasiun TV yang satu ini juga lebih berimbang ketimbang yang ada di dua stasiun TV berita tadi. Jika kalian butuh hiburan, terutama anak muda, mungkin acara The Comment di NET. bisa kalian tonton. Asal jangan berlebihan tentunya. Satu acara yang saya sukai di stasiun TV ini adalah Lentera Indonesia. Acara-acara seperti ini bisa membuat masyarakat melihat bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat tidak merata. Selain itu, bagi yang suka traveling, Anda bisa melihat sisi pedalaman Indonesia melalui acara ini. (fila174)

5 komentar:

  1. Kita mampu mengetahui banyak hal tentang TV maupun isinya :)

    BalasHapus
  2. begitulah kebanyakan penduduk negeri ini, tapi bagaimana lagi, mereka tidak punya banyak pilihan untuk rekreasi, dengan tv rekreasi jadi murah dan bisa setiap hari...
    sebenarnya dengan adanya internet tv menjadi tidak penting untuk mencari berita...

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang jadi pertanyaan, apa mereka sudah bisa bijak dalam memanfaatkan TV dan Internet? layaknya pisau kan, kalo ditangan yang benar, bisa buat motong sayur, buah, kalo ditangan orang yg salah? bisa berabe kan...

      Hapus
  3. TV adalah candu yang gratis kang.. menebar mimpi dan melumpuhkan pikiran sehat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kata gratis itu yang jadi masalah. Mendingan TV berbayar seperti di luar negeri, udah jelas acaranya yang "dibeli" apa

      Hapus