Kamis, 23 Januari 2014

Menjangkau Anak-anak Terisolir dan Tertinggal di Bumi Intimung

Desa Long Pada, Malinau
Long Pada adalah sebuah desa kecil di mana aku bertugas sebagai SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Tertinggal, dan Terluar). Desa ini bukan lagi layak disebut sebagai daerah 3T, tapi lebih dari layak. Terletak di Kecamatan Sungai Tubu, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, desa yang berada di pedalaman Kalimantan ini hanya berpenghuni sekitar 150 jiwa dan hanya ada sekitar 20 rumah. Semua warga desa ini adalah suku Dayak Punan yang menganut agama Kristen Protestan. Mereka masih mengandalkan alam untuk bertahan hidup. Setiap harinya, mereka hanya berburu dan berladang untuk dikonsumsi sendiri. Buruan utama mereka adalah babi hutan, sedangkan yang mereka tanam di ladang kebanyakan adalah singkong. Setiap ada pemburu yang mendapatkan babi hutan, warga boleh meminta daging babi hutan kepada pemburu; itulah cara mereka berbagi. Hampir setiap hari, warga  di sini makan daging babi dan daun singkong.

Ketinting
Sebagian besar warga Desa Long Pada buta aksara dan belum bisa berbahasa Indonesia. Penyebab yang pertama adalah karena mereka tidak pernah duduk di bangku sekolah karena dulu tidak ada sekolah di sini. SMA Negeri 12 Malinau yang berada di Desa Long Pada, sekolah di mana aku mengajar, adalah sebuah sekolah baru. Sekolah ini memiliki fasilitas yang masih sangat memprihatinkan; belum memiliki gedung dan belum memiliki staf pengajar sama sekali kecuali aku dan dua temanku yang juga SM-3T. Jumlah kelas baru satu yaitu kelas X yang merupakan angkatan pertama SMA ini; terdiri dari hanya 11 siswa. Proses belajar mengajar dilaksanakan sore hari meminjam gedung SMP Negeri 2 Mentarang yang juga berada di Desa Long Pada. SMP ini baru berdiri tahun 2010 dan saat ini baru memiliki 3 ruang. Penyebab yang kedua adalah karena sangat kurangnya informasi yang masuk ke desa ini. Listrik dan sinyal belum ada. Di samping itu, satu-satunya akses untuk bisa menjangkau desa ini adalah melalui sungai menggunakan perahu kecil yang dinamakan Ketingting. Desa ini belum bisa dijangkau melalui jalur darat maupun udara kerena sangat sulitnya medan. Jika air sungai dalam kondisi normal, jarak dari kota Malinau ke Desa Long Pada ditempuh selama sekitar dua hari satu malam. Namun jika dalam kondisi banjir atau air terlalu dangkal, maka jarak tempuh bisa mencapai tiga atau empat hari. Perahu besar tidak bisa menjangkau desa ini  karena terdapat banyak sekali jeram dan bebatuan di sepanjang sungai. Ketingting yang merupakan satu-satunya alat transportasi di sini, hanya mampu memuat dua sampai empat penumpang, tergantung berat barang yang dibawa. Ketika Ketingting akan melewati sebuah jeram, penumpang harus turun terlebih dahulu untuk mengurangi beban dan jika jeramnya besar dan deras, barang-barang bawaan juga harus diturunkan. Jika hari sudah gelap tapi belum sampai tujuan, maka harus menginap di pinggir sungai dengan membuat tenda dari terpal. Belum masuknya listrik dan sinyal dan sulitnya akses membuat desa Long Pada masih sangat tertinggal dan terisolir.

Dari segi kompetensi dalam belajar, siswa-siswa kami di sini jauh berbeda dengan anak-anak sekolah di Jawa. Siswa SMA kelas X di sini mungkin tidak lebih pandai dari siswa SD kelas VI di Jawa. Sebagai gambaran, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris misalnya, kami masih harus mengajari siswa-siswa kami kosa kata mudah yang seharusnya dipelajari di bangku SD. Untuk mata pelajaran Matematika, mereka masih harus belajar berhitung seperti perkalian dan pembagian. Kemungkinan pertama penyebab rendahnya kemampuan belajar mereka  adalah pondasi yang lemah, artinya mereka tidak mendapat pembelajaran yang cukup dan layak ketika di bangku SD. Kemungkinan kedua adalah kurangnya asupan gizi yang mereka makan. Jangankan gizi yang tercukupi, untuk makan saja banyak di antara mereka yang mengalami kesulitan. Kami sempat beberapa kali berbagi beras dengan beberapa siswa kami ketika mereka sudah beberapa hari tidak makan. Makan sehari satu kali sudah biasa bagi mereka, itupun biasanya hanya nasi dan daun singkong.

Perbedaan siswa-siswa kami di sini dengan anak-anak di Jawa tidak hanya dari segi kemampuan dalam belajar, tapi juga dalam hal-hal lain seperti kehidupan sehari-hari mereka. Jika anak-anak di Jawa sudah dijejali dengan kemajuan teknologi dan informasi, siswa-siswa kami di sini masih akrab dengan alam sekitar yang berupa hutan belantara. Menyusuri gelapnya hutan dan menyeberangi derasnya sungai sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Tidak masuk sekolah juga menjadi hal yang biasa bagi mereka dan kami lebih sering memaklumi hal itu karena alasan mereka adalah berburu ke hutan untuk bertahan hidup. Mereka sering berangkat berburu sekitar pukul 9 malam dengan membawa senapan angin, parang, dan lampu baterai. Gelapnya hutan tidak menyurutkan niat mereka untuk berburu karena itu adalah cara mereka untuk bertahan hidup. Jika berburu di siang hari, senjata berburu mereka adalah anjing, parang, anjat, dan bujak. Anjat adalah sejenis wadah yang terbuat dari rotan yang digunakan untuk membawa hasil buruan, sedangkan Bujak adalah sejenis tombak tapi dilengkapi dengan sumpit. Babi hutan adalah hasil buruan bagi mereka yang sudah jago dalam berburu, namun bagi sebagian besar siswa kami yang masih anak-anak dan remaja, hasil buruan untuk mereka makan biasanya adalah kodok atau kancil. Kodok-kodok yang mereka tangkap lebih besar dari kodok-kodok yang ada di Jawa. Ukuran kodok yang hidup di hutan Kalimantan bisa mencapai seukuran kelinci dewasa.

Tidak semua siswa kami berasal dari Desa Long Pada. Banyak di antara mereka berasal dari desa lain. Ada yang berasal dari desa yang harus berjalan kaki selama satu hari untuk bisa sampai di Desa Long Pada; nama desanya adalah Long Nyau. Bahkan, ada desa yang harus berjalan kaki selama tiga hari dua malam untuk bisa tembus Desa Long Pada, nama desanya adalah Long Titi. Selama di perjalanan, mereka harus melewati hutan, perbukitan, dan menyusuri sungai. Jika malam tiba, mereka bermalam di hutan dengan membuat tenda. Itu saja mereka masih harus membawa bahan makanan seperti beras untuk bekal mereka selama di perjalanan dan untuk bertahan hidup selama di Desa Long Pada. Itu semua mereka lakukan demi bisa melanjutkan sekolah karena di desa mereka belum ada SMP dan SMA.

Walaupun siswa kami di sini hampir semuanya berkompetensi belajar relatif rendah, masih polos, dan bisa dibilang tidak tahu apa-apa, sebagian dari mereka masih memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Itulah yang menjadi semangat kami untuk mengajar dan mendidik di sini. Kami lebih banyak memberi mereka motivasi dan mengajarkan arti pentingnya sebuah mimpi untuk masa depan mereka karena kebanyakan dari mereka masih ragu untuk mewujudkan sebuah mimpi menjadi kenyataan, keluar dari kehidupan mereka saat ini dan mendapatkan pendidikan tinggi serta kehidupan yang layak. Mereka seolah masih pasrah dengan nasib mereka hidup di tengah hutan rimba dan jauh dari perkembangan jaman.

SM-3T membuka mata kami bahwa ternyata di balik gemerlap modernisasi di Pulau Jawa, masih banyak masyarakat dan anak sekolah yang terisolir dan jauh tertinggal seperti di Desa Long Pada. Pembangunan di bidang pendidikan masih jauh dari merata. Walaupun mungkin belum bisa memberikan perubahan besar terhadap pendidikan di Indonesia, paling tidak SM-3T memberikan kami kesempatan untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk negeri ini.

                                                                                                  Firdaus Laili, S.Pd.
                                                                                                  SM-3T UNY III
                                                                                                  Desa Long Pada, Kabupaten Malinau


4 komentar:

  1. Assalamualaykum mas Firdaus,

    Saya Bela, ingin bertanya2 soal desa Longpada karena ada teman saya yang akan ditempatkan disana untuk program pemerintah tetapi blm banyak info soal desa tsb. boleh saya minta kontak mas untuk dpt bertanya2 lebih jauh? Akan sangat membantu bila diizinkan.

    BalasHapus
  2. Walaikumsalam, mb Bela. Boleh. Ini nmr WhatsApp saya 0822 5514 8840

    BalasHapus
  3. Disna untk skrg udh ada signalkh

    BalasHapus
  4. Disna untk skrg udh ada signalkh

    BalasHapus